Rusia pada hari Kamis (9/5/2024) merayakan Hari Kemenangan atas Nazi Jerman dalam Perang Dunia II. Dalam kesempatan itu, Presiden Vladimir Putin memuji pasukannya yang berperang di Ukraina dan mengecam Barat sebab memicu konflik di semua dunia.
Walaupun hanya sedikit veteran Perang Patriotik Raya -istilah yang digunakan Rusia untuk perang selama periode Juni 1941 dan Mei 1945 – yang masih hidup 79 tahun setelah Berlin jatuh ke tangan Tentara Merah, kemenangan hal yang demikian tetap menjadi simbol kehebatan Rusia yang paling penting dan dihormati secara luas serta adalah elemen kunci identitas nasional.
Putin disebut sudah merubah Hari Kemenangan – hari libur sekuler terpenting di Rusia – menjadi pilar kekuasaannya selama hampir seperempat abad dan menjadi pembenaran atas perbuatan militernya di Ukraina. Dan dua hari setelah memulai masa jabatannya yang kelima, ia memimpin perayaan di semua Rusia untuk mengenang perjuangan negaranya di masa perang.
Hari Kemenangan menyatukan semua generasi, kata Putin dalam pidatonya di tengah hujan salju di Lapangan Merah pada Kamis, seperti diinfokan kantor berita AP, Jumat (10/5).
Kami akan maju dengan mengandalkan kultur kami yang sudah berusia berabad-abad dan merasa slot online 777 yakin bahwa bersama-sama kami akan menjamin masa depan Rusia yang bebas dan aman.
Ketika batalion-batalion berbaris dan kelengkapan militer – baik yang lama maupun yang baru – bergemuruh di atas jalan berbatu, langit menjadi cerah sejenak untuk memungkinkan pesawat tempur terbang melintas, sebagian di antaranya membuntuti asap dengan warna putih, merah, dan biru yang mencerminkan bendera Rusia.
Putin memuji pasukan yang bertempur di Ukraina sebagai pahlawan atas keberanian, ketangguhan, dan perjuangan diri mereka. Ia menambahkan bahwa semua Rusia bersama Anda.
Ia menuduh negara-negara Barat memicu konflik regional, konflik antaretnis dan antaragama, serta berupaya menahan sentra-sentra pembangunan global yang berdaulat dan independen.
Ketika ketegangan dengan Amerika Serikat (AS) mengenai Ukraina melonjak ke tingkat tertinggi sejak Perang Dingin, Putin kembali mengingatkan energi nuklir Rusia.
Rusia akan mengerjakan segalanya untuk mencegah perlawanan global, melainkan tak akan memperkenankan siapa malahan mengancam kami, tegasnya. Pasukan strategis kami berada dalam kesiapan tempur.
Rudal balistik antarbenua Yars berkemampuan nuklir ditarik melintasi Lapangan Merah untuk menggarisbawahi pesannya.
Bayang-bayang Kejayaan Uni Soviet
Semenjak berkuasa pada 1999, Putin sudah menjadikan tanggal 9 Mei sebagai komponen penting dari rencana politiknya, yang menunjukkan rudal, tank, dan jet tempur. Para veteran yang dianugerahi medali bergabung dengannya pada hari Kamis untuk meninjau parade hal yang demikian, dan banyak orang – termasuk Putin – mengenakan pita St. George berwarna hitam dan oranye yang secara tradisional dikaitkan dengan Hari Kemenangan.
Sekitar 9.000 tentara, termasuk sekitar 1.000 tentara yang bertempur di Ukraina, ambil komponen dalam parade hari Kamis hal yang demikian.
Walaupun duta besar AS dan Inggris tak hadir, Putin didampingi oleh pejabat tinggi dan presiden sebagian negara bekas Uni Soviet serta sebagian sekutu Rusia lainnya, termasuk pemimpin Kuba, Guinea-Bissau, dan Laos.
Putin menggambarkan Hari Kemenangan sungguh-sungguh emosional dan pedih. Ia disebut acap kali bercerita tentang sejarah keluarganya, berbagi kenangan tentang ayahnya, yang bertempur di garis depan selama pengepungan Nazi dan terluka parah.
Selama sebagian tahun, Putin membawa foto ayahnya dalam pawai Hari Kemenangan – demikian itu pula orang lain yang menghormati kerabatnya yang adalah veteran perang – yang dijuluki Resimen Abadi. Perilaku ini dihentikan selama pandemi COVID-19 dan kemudian terjadi lagi di tengah berita keamanan setelah diawalinya perang Ukraina.
Pengamat menilai fokus Putin pada Perang Dunia II adalah komponen dari upayanya untuk menghidupkan kembali dampak dan prestise Uni Soviet serta ketergantungannya pada praktik Uni Soviet.
Ini adalah identifikasi diri yang terus-menerus dengan Uni Soviet sebagai juara Nazisme dan kurangnya legitimasi kuat lainnya yang memaksa Kremlin untuk mengungkapkan \\\’denazifikasi\\\’ sebagai tujuan perang, kata Nikolay Epplee.
Kepemimpinan Rusia, ungkap Epplee, terkurung dalam pandangan dunia yang dikontrol oleh masa lalu Uni Soviet.